Pasca kembali terjadinya insiden pengibaran Bendera Bintang Kejora yang terjadi di Wamena, Ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, Kamis (24/10) sekitar pukul 11.00 WIT, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G. Siahaan mengatakan bahawa Bintang Kejora itu sempat berkibar sekitar 10 menit di atas tower di sekitar kantor pemda setempat. http://www.antaranews.com/berita/460339/bendera-bintang-kejora-berkibar-10-menit-di-kantor-pemda
Semua kita ketahui bahwa Bendera adalah sebuah simbol atau lambang yang digunakan untuk mewakili apapua, termasuk perjuangan suatu bangsa. Saat Indonesia dijajah oleh Belanda dan Jepang, simbol perlawanannya adalah bendera merah putih. Dahulu, para pejuang rela berkorban dan siap mati untuk bersikeras merobek warna biru pada bendera Belanda di atas Hotel Yamato.
Bagi para pejuang, Merah Putih adalah segalanya, bukan sekedar warna dan juga bukan sekedar kain. Melainkan Merah Putih adalah tanda perjuangan, wujud perlawanan kepada penjajah, wujud bagaimana mereka rela melakukan apapun demi menjadikan bangsanya merdeka. Semangat tersebut perlu kita pegang dengan sungguh-sungguh untuk mempertahankan bangsa Indonesia yang telah merdeka dari penjajahan.
Lain haknya dengan “Bintang Kejora” sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sebagian kecil dari warga Papua yang menamakan dirinya dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka) selalu keras kepala untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora yang diyakininya simbol Bangsa Papua (menurut mereka) yang dijajah oleh bangsa Indonesia.
Apabila kita telusuri secara sepintas dan sepikiran, bendera hanyalah bendera dimana setiap partai, organisasi maupun club mengibarkan bendera organisasinya. Namu lain halya dengan Bintang Kejora tersebut. OPM mengibarkan bendera bukan hanya sebagai eksistensi kelompoknya, tetapi bendera tersebut juga dijadikan sebagai perlawanan bagi Bangsa Indonesia.
Mereka (OPM) tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka telah menciderai simbol mereka sendiri. OPM selalu berteriak HAM, tetapi mereka sulalu melakukan penembakan dan penyiksaan terhadap aparat keamanan dan bahkan kepada masyarakat papua sendiri.
OPM selalu berteriak Papua ingin sejahtera, tetapi mereka yang mengacaukan keamanan dan kenyamanan di Papua sehingga menghambat pembangunan, serta selalu melakukan kekerasan dan menyebarkan teror agar mereka dianggap dan ditakuti oleh siapapun.
Pengibaran bendera Bintang kejora tersebut merupakan tindakan pelecehan terhadap Merah Putih. Dimana hal itu sama dengan tidak menghormati bagaimana proses bangsa Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dan mengakhiri masa dijajahnya Indonesia dari Belanda dan Jepang. Bukan hanya itu saja, OPM juga tidak mengakui PEPERA 1969 yang telah ditetepkan.
OPM juga mengibarkan bendera tersebut sebagai wujud demokrasi mereka terhadap ketidaksenangan dan tidak puasan mereka. Pengibaran Bintang Kejora tidak seharusnya dilakukan, karena tindakan tersebut termasuk kriminal. Seharusnya mereka membicarakan secara baik bersama pemerintah daerah maupun pejabat-pejabat yang berada di daerah.
Seluruh kebijakan telah diberikan kepada masyarakat Papua dan masyarakat papua telah sejahtera tanpa gangguan apapun. Tetapi OPM selalu ingin mengganggu dan menghasut warga papua untuk memperacayai Indonesia. Melainkan masyarakat Papua mengakui bahwa OPM tersebut hanya bersikap iri kepada Indonesia dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis tersebut.
Masyarakat papua juga tidak setuju apabila Bintang Kejora berkibar di Tanah Papua, masyarakat Papua hanya menginginkan bahwa Hanya bendera Merah Putih yang selalu berkibar di Tanah Papua, bukan Bintang Kejora.
0 komentar:
Posting Komentar